Kabupaten Bekasi adalah salah
satu kabupaten di Jawa Barat, yang
memiliki batas wilayah sebagai berikut:
Utara : Laut Jawa
Selatan : Kabupaten Bogor
Barat : DKI Jakarta dan Kota Bekasi
Timur : Kabupaten Karawang
Koordinat : 1060 58’ 5” – 1070
17’ 45” BT dan 05054’ 50” – 060 29’ 15” LS.
Suhu rata-rata : 280C -320C
Curah Hujan : 86,37mm (Tahun 2006)
Rata-rata hari hujan : 60,48mm
(Tahun 2006)
Ketinggian lokasi : 0 – 115m
Kemiringan :
0 – 250.
Secara administratif Kabupaten
Bekasi dikepalai oleh seorang Bupati.
Jumlah Penduduk : 2,7 juta jiwa (Tahun 2007)
Kepadatan : 1.465 jiwa/km2
Jumlah Keluarga : 528.166
Luas Wilayah : 1.484,37 km2
Jumlah Kecamatan : 23
Jumlah Desa : 187
Jumlah desa di setiap kecamatan
berkisar antara 6 sampai 13. Kecamatan dengan jumlah desa yang paling sedikit
yaitu kecamatan Cikarang Pusat, Bojongmangu dan Muaragembong, sedangkan
kecamatan yang memiliki jumlah desa terbanyak adalah Kecamatan Pebayuran.
Kecamatan terluas adalah Muaragembong (14.009 Ha) atau 11,00 % dari luas
kabupaten.
Di Kabupaten Bekasi terdapat 16
aliran sungai besar yaitu: Sungai Citarum, Sungai Bekasi, Sungai Cikarang,
Sungai Ciherang, Sungai Belencong, Sungai jambe, Sungai Sadang, Sungai
Cikedokan, Sungai Ulu, Sungai Cilemahabang, Sungai Cibeet, Sungai Cipamingkis,
Sungai Siluman, Sungai Serengseng, Sungai Sepak dan Sungai Jaeran. Lebar sungai tersebut berkisar antara 3
sampai 80 meter.
Di Kabupaten Bekasi terdapat 13
situ yang tersebar di beberapa kecamatan
yaitu : Situ Tegal Abidin, Situ Bojongmangu , Situ Bungur, Situ Ceper,
Situ Cipagadungan, Situ Cipalahar, Situ Ciantra, Situ Taman, Situ Burangkeng,
Situ Liang Maung, Siru Cibeureum, Situ Cilengsir dan Situ Binong. Luas situ
tersebut berkisar antara 3 - 40 Ha.
Kondisi air tanah yang ada di
wilayah Kabupaten Bekasi sebagian besar merupakan air tanah dangkal yang berada
pada kedalaman 5 – 25 meter dari permukaan tanah, sedangkan air tanah dalam
pada umumnya didapat pada kedalaman antara 90 – 200 meter.
Dalam catatan sejarah, nama
"Bekasi" memiliki arti dan nilai sejarah yang khas. Menurut
Poerbatjaraka -, seorang ahli bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno - Asal mula kata
Bekasi, secara filosofis, berasal dari kata Chandrabhaga. Chandra berarti "bulan"
(dalam bahasa Jawa Kuno, sama dengan kata Sasi) dan Bhaga berarti
"bagian". Jadi, secara etimologis kata Chandrabhaga berarti bagian
dari bulan. Kata Chandrabhaga berubah menjadi Bhagasasi yang pengucapannya
sering disingkat menjadi Bhagasi. Kata Bhagasi ini dalam pelafalan bahasa
Belanda seringkali ditulis "Bacassie" kemudian berubah menjadi Bekasi
hingga kini. Bekasi dikenal sebagai "Bumi Patriot", yakni sebuah
daerah yang dijaga oleh para pembela tanah air. Mereka berjuang disini sampai
titik darah penghabisan untuk mempertahankan negeri tercinta dan merebut
kemerdekaan dari tangan penjajah. Ballada kepahlawanan tersebut tertulis dengan
jelas dalam setiap bait guratan puisi heroik Pujangga Besar Chairil Anwar yang
berjudul "Krawang - Bekasi".
Kini, Kabupaten Bekasi di usianya
yang ke-57 tahun, banyak perubahan yang telah terjadi dari masa ke masa.
Menelusuri jejak sejarah Kabupaten Bekasi, terungkap dalam rangkaian
periodisasi kesejarahan sebagai berikut:
(1) Masa Kerajaan.
(2) Masa Penjajahan Belanda.
(3) Masa Pendudukan Jepang
(4) Masa Persiapan Kemerdekaan
(5) Masa Terbentuknya Kabupaten
Bekasi
(6) Masa Pemberontakan PKI
(7) Masa Pembangunan
(1) MASA KERAJAAN
A. Masa Kerajaan Tarumanegara
Daerah Bekasi berdasarkan
beberapa bukti sejarah (berupa Prasasti Tugu, Ciaruteun, Muara Cianten, Kebon
Kopi, Jambu, Pasir Awi dan Prasasti Cidangiang), diduga merupakan salah satu
pusat Kerajaan Tarumanegara. Pada masa itu Sang Maharaja Purnawarman telah
menggali dua buah# sungai, yakni sungai Chandrabhaga dan sungai Gomati yang
mengindikasikan mulai dibukanya lahan pertanian yang subur di daerah ini.
Kerajaan Tarumanegara mulai runtuh sekitar abad ke-7 dan ke-8 akibat serangan
Kerajaan Sriwijaya. Setelah itu muncullah Kerajaan Pajajaran yang memiliki
pengaruh cukup besar terhadap daerah Bekasi.
B. Masa Kerajaan Pajajaran
(berdiri tahun 1255 Caka atau 1333 M)
Bekasi merupakan bagian dari
wilayah Kerajaan Pajajaran sebagai salah satu pelabuhan sungai yang ramai dan
penting artinya serta asset yang berharga bagi Kerajaan Pajajaran, karena
memiliki akses langsung terhadap Pelabuhan Sunda Kelapa. Keramaian Pelabuhan
Sunda Kelapa sangat dipengaruhi oleh keberadaan Sungai Bekasi yang berfungsi
sebagai pelabuhan transit.
C. Masa Kerajaan Jayakarta
Daerah Bekasi ketika itu masih
tetap merupakan pelabuhan transit bagi pelabuhan Sunda Kelapa. Periode ini
ditandai dengan jatuhnya Sunda Kelapa ke tangan Fatahillah (Falatehan) kemudian
namanya diganti menjadi Jayakarta (artinya, kota yang mendapat kemenangan) pada
tanggal 22 Juni 1527. Namun, Jayakarta akhimya jatuh ketangan VOC pada tanggal
30 Mei 1619. Sejak itulah, Jayakarta diubah namanya menjadi Kota
"Batavia" clan Bekasi menjadi bagian wilayah Batavia.
(2) MASA PENJAJAHAN BELANDA
Pada masa ini ada tiga babak
sejarah penting yakni :
(a). Peristiwa Penyerbuan
Kerajaan Mataram ke Batavia (1629)
Masa ini cukup memberikan warna
sejarah dan sosial-budaya bagi masyarakat Bekasi. Penyerbuan tentara Mataram ke
Batavia telah memberi peran khusus kepada daerah penyangga dengan
dipersiapkannya lumbung-Iumbung persediaan pangan. Penyerbuan tersebut berpengaruh
terhadap penamaan tempat (diantaranya adalah "Pekopen",
"Babelan#" Kampung Jawa" dan "Saung Ranggon"). Bahasa
(karena tentara Mataram tak hanya berasal dari Jawa Tengah saja, tapi juga Jawa
Timur dan Jawa Barat, maka di Bekasi berkembang bahasa Sunda, dialek Banten,
Jawa atau campurannya) dan karakteristik yang memperkaya seni budaya Bekasi,
seperti Wayang Wong, Wayang Kulit, Calung, Topeng dan lain-lain. Selain itu
juga, kesenian "ujungan" yang merupakan kesenian rakyat menampilkan
keberanian dan keterampilan, dengan instrumentalis yang dinamik dan humoris,
yang menggambarkan jiwa dan semangat masyarakat Bekasi yang patriotik.
(b). Muncul "Tanah-Tanah
Partikelir" pada akhir abad ke - 17 di
Daerah Bekasi dan sekitarnya.
Sejak itulah, Bekasi dikenal sebagai daerah tanah-tanah partekelir dengan
beberapa wilayah "Kemandoran" dan "Kademangan". Sistem
penguasaan tanah partekelir ini menimbulkan kesengsaraan yang amat meresahkan
masyarakat. Puncak keresahan tersebut ditandai dengan terjadinya peristiwa
Pemberontakan Petani Bekasi di Tambun tahun 1869.
(e). Periode Pemerintahan Hindia
Belanda.
Sebagai akibat politik ekonomi
liberal (Politik Ethis) dan pelaksanaan Desentralisatie Wet, Bekasi kemudian
menjadi salah satu distrik di Regentschap Meester Cornelis berdasarkan
Staatsblad 1925 No. 383 tertanggal 14 Agustus 1925. Regentschap Meester Cornelis
terbagi menjadi empat distrik, yaitu Meester Cornelis. Kebayoran, Bekasi dan
Cikarang. Saat itulah, Bekasi secara formal dikenal sebagai salah satu ibukota
pemerintahan setingkat dengan kewedanaan.
(3) MASA PENDUDUKAN JEPANG
Setelah Belanda takluk pada
tanggal 8 Maret 1942 kepada Jepang. Pada awalnya, Jepang disambut dengan suka
cita tetapi kegembiraan rakyat Bekasi ternyata hanya sekejap mata. Bahkan
perlakuan Jepang dirasakan lebih buruk dibandingkan penjajah sebelumnya diantaranya
adanya praktek romusha (kerja paksa) dan memaksa para pemuda mengikuti
propaganda melalui penetrasi kebudayaan Jepang dan mendirikan Barisan Pemuda
Asia Raya (Seperti Seinendan, Keibodan. Heiho dan tentara Pembela Tanah Air -
PETA). Selain itu. para pemuda Bekasi membentuk juga organisasi lain seperti
Gerakan Pemuda Islam Bekasi (GPIB), (tokohnya Marzuki Urmaini, Muhayar, Angkut
Abu Gozali, M. Husein Kamaly, Gusir) dan badan-badan perjuangan, diantaranya
Markas Perjuangan Hizbullah Sabilillah (MPHS), yang dipimpin oleh KH. Noer
Alie. Jepang pun mengubah sistem pemerintahan dan penamaannya, diantaranya
adalah Regenschap Meester Cornelis berubah menjadi Jatinegara Ken, dan District
Bekasi menjadi Bekasi Gun.
(4) MASA PERJUANGAN KEMERDEKAAN
Kedatangan tentara Inggris yang
diboncengi NICA (Belanda) memacu pejuang pergerakan di Indonesia, khususnya
Bekasi untuk memperkuat pertahanan di wilayah sekitar Jakarta. Akibatnya
terjadi peristiwa sejarah perjuangan rakyat Bekasi, sebagai berikut : (1) Rapat
Raksasa Ikada; (2) Insiden Kali Bekasi; (3) TKR di Bekasi; (4) Bekasi Lautan
Api; (5) Penggabungan Badan Perjuangan dan Kelaskaran di Bekasi; (6)
Pertempuran di Tambun, Cibitung, Setu dan Kampung Sawah; (7) Peristiwa Tambun;
(8) Gerakan Plebisit Indonesia baik pada masa agresi militer I dan II dan
banyak lagi peristiwa-peristiwa heroik lainnya. Peristiwa Perjuangan
Kemerdekaan di Bekasi tersebut merupakan gambaran betapa tingginya patriotisme
rakyat Bekasi dalam membela tanah air. Oleh sebab itu. Bekasi kemudian mendapat
gelar terhormat sebagai "Bumi Patriot" karena kenyataan sejarah
membuktikan bahwa Bekasi merupakan daerah front pertahanan Republik Indonesia
yang menjadi saksi kepatriotan para kesuma bangsa dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Dilihat dari sisi pemerintahan, Bekasi pada masa
kemerdekaan ini masih merupakan sebuah kewedanaan di dalam wilayah Kabupaten
Jatinegara (1945-1950).
(5) MASA TERBENTUKNYA KABUPATEN
BEKASI
Sejarah terbentuknya Kabupaten
Bekasi dimulai dengan dibentuknya "Panitia Amanat Rakyat Bekasi" yang
dipelopori R. Supardi, M. Hasibuan, KH. Noer Alie, Namin, Aminudin dan Marzuki
Urmaini, yang menentang keberadaan RIS- Pasundan dan menuntut berdirinya
kembali Negara Kesatuan RI. Selanjutnya diadakan Rapat Raksasa di Alun-alun
Bekasi yang dihadiri oleh sekitar 40.000 orang rakyat Bekasi pada tanggal 17
Pebruari 1950. Menyampaikan tuntutan Rakyat Bekasi yang berbunyi : satu:
Penyerahan kekuasaan Pemerintah Federal kepada Republik Indonesia. dua:
Pengembalian seluruh Jawa Barat kepada Negara Republik Indonesia. tiga: Tidak
mengakui lagi adanya pemerintahan di daerah Bekasi, selain Pemerintahan
Republik Indonesia. empat: Menuntut kepada Pemerintah agar llama Kabupaten
Jatinegara diganti menjadi Kabupaten Bekasi.mUpaya para pemimpin Panitia Amanat
Rakyat Bekasi untuk memperoleh dukungan dari berbagai pihak terus dilakukan.
Diantaranya mendekati para pemimpin Masjumi, tokoh militer (Mayor Lukas
Kustaryo dan Moh. Moefreini Mukmin) di Jakarta. Pengajuan usul dilakukan tiga
kali antarambulan Pebruari sampai dengan bulan Juni 1950 hingga akhimya setelah
dibicarakan dengan DPR RIS, dan Mohammad Hatta menyetujuim penggantian nama
"Kabupaten Jatinegara" menjadi "KabupatenBekasi ".
Persetujuan pembentukan Kabupaten Bekasi semakin kuat setelah dikeluarkannya
Undang-undang No. 14 Tahun 1950. Kabupaten Bekasi secara resmi dibentuk dan
ditetapkan tanggal 15 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Kabupaten Bekasi.
Selanjutnya pada tanggal 2 April 1960 Pusat Pemda Bekasi semula dipusatkan di
Jatinegara (sekarang Markas Kodim 0505 Jayakarta, Jakarta) dipindahkan ke
gedung baru Mustika Pura Kantor Pemda Bekasi yang terletak di Bekasi Kaum JI.
Jr. H. Juanda. Adapun daerah Hukum Kabupaten Jatinegara yang selanjutnya
menjadi Kabupaten Bekasi, yaitu :
1. Kewedanaan Bekasi, meliputi :
a. Kecamatan Bekasi terdiri atas
9 desa
b. Kecamatan Babelan terdiri atas
6 desa
c. Kecamatan Cilingcing terdiri
atas 3 desa
d. Kecamatan Pondok Gede terdiri
atas 7 desa
2. Kewedanaan Tambun, meliputi :
a. Kecamatan Tambun terdiri atas
8 desa
b. Kecamatan Setu terdiri atas 9
desa
c. Kecamatan Cibitung terdiri
atas 7 desa
3. Kewedanaan Cikarang, meliputi;
a. Kecamatan Cikarang terdiri
atas 7 desa
b. Kecamatan Lemah Abang terdiri
atas 8 desa
c. Kecamatan Cibarusah terdiri
atas 11 desa
4. Kewedanaan Serengseng,
meliputi :
a. Kecamatan Sukatani terdiri
atas 9 desa
b. Kecamatan Pebayuran terdiri
atas 6 desa
c. Kecamatan Cabangbungin terdiri
atas 5 desa
Dengan demikian, maka daerah
Kabupaten Bekasi menurut wilayah administrasi pemerintahan meliputi 4 kewedaan
dengan 13 kecamatan yang terdiri atas 95 desa. Pembagian wilayah administrasi
pemerintahan ini terabadikan dalam Lambang Daerah Kabupaten Bekasi yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 12/P.D./’62 pada tanggal 20 Agustus
1962 dengan sesanti. "SWATANTRA WIBAWA MUKTI" yang diartikan sebagai
"Daerah yang Mengurus Rumah Tangga Sendiri, Berpengaruh dan
Jaya-Makmur".
(6) MASA PEMBERONTAKAN PKI
Periode ini ditandai dengan
terjadinya upaya dominasi komunis diberbagai daerah dengan tokoh utama PKI
Bekasi, Abbas Djunaedi dan Peristiwa G 30 S / PKI, serta upaya pemberantasan
PKI oleh rakyat dan pemuda Bekasi serta pihak keamanan yang bersatu padu menjaga
keutuhan bangsa dari rongrongan komunisme, diantaranya dibentuknya Komando Aksi
Tumpas (tokoh utamanya adalah Ki Agus Abdurachman (Pemuda Pancasila), Dadang
Hasbullah (Pemuda Muhammadiyah), Abdurachman Mufti, Ateng Siroj, Muhtadi
Muchtar (PH) dan Damanhuri Husein (Gerakan Pelajar Pancasila) serta tokoh-tokoh
lain dari unsur Gerakan Pemuda Anshor, IPNU, IPPNU, IPM dan lain-lain), serta
Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI) Bekasi yang diketuai oleh
Ateng Siroj dan Damanhuri Husein sebagai sekretaris.
(7) MASA PEMBANGUNAN
Sebelum dilaksanakannya, Rencana
Pembangunan Lima Tahun Tahap Pertama (Repelita I) tahun 1969 - 1974 kondisi
daerah Kabupaten Bekasi masih sangat memprihatinkan; kemampuan pemerintah
daerah sangat terbatas, sedangkan keadaan masyarakat sangat tertinggal dan
miskin, lebih dari itu kondisi infra struktur, seperti jalan, jembatan,
pengairan, listrik, bahkan prasarana pendidikan dan kesehatan sangat minim.
Dengan demikian pilihan prioritas untuk memulai pembangunan menjadi cukup sulit
Pada awal dasawarsa enam puluhan Pemerintah Pusat memulai pembangunan Saluran
Induk Tarum Barat sebagai bagian dari jaringan irigasi Jatiluhur. Pekerjaan
tersebut diawali dengan pembuatan saluran primer, kemudian saluran-saluran
sekunder dan terakhir saluran-saluran tertier. Sebagian besar dilakukan dengan
pola Padat Karya, sehingga sekaligus bisa mendatangkan penghasilan bagi
masyarakat. Memasuki tahapan pembangunan lima tahun pertama, yaitu semasa
kepemimpinan Bupati M. Soekat Soebandi, Pemerintah Pusat mulai meluncurkan
bantuan berturut-turut; tahun 1969 berupa Inpres Bantuan Pembangunan Desa Rp.
100.000,- per desa, tahun 1970 berupa Inpres bantuan prasarana jalan dan
jembatan Rp. 50,- per kapita, tahun 1972 berupa Inpres Bantuan Pembangunan
Gedung Sekolah Dasar dan tahun 1973 disusul pula dengan Inpres Bantuan
Pembangunan Prasarana dan Penyediaan Sarana Kesehatan. Pada tahun 1971 telah
dibentuk pula Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten (BAPPEMKA) Bekasi dengan
Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 1/1971, yang sekarang dikenal sebagai Badan
Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bekasi.
Tahapan Pembangunan Lima Tahun
Kedua dan Ketiga praktis sepenuhnya di bawah kepemimpinan Bupati H. Abdul
Fatah. Pada masa itu seluruh pekerjaan jaringan Irigasi Tarum Barat telah
rampung dan dapat mengairi secara teknis dan setengah teknis areal pesawahan
seluas 30.000 Ha, dari luas keseluruhan 87.000 Ha. Bersamaan dengan itu
dilaksanakan pula Program Bimas, Inmas, Inmum, Insus, dan pencetakan sawah yang
disertai dengan pemberian kredit usaha tani. Hasilnya setiap tahun Daerah
Kabupaten Bekasi mengalami surplus gabah, sehingga dapat menyumbang stock
nasional dan sekaligus mendudukannya menjadi salah satu lumbung padi Jawa
Barat. Mulai tahun 1974 dikembangkan pula kebijakan perencanaan Jabotabek, dan
Kabupaten Bekasi terkait di dalamnya sebagai salah satu daerah penyangga dalam
system Metropolitan Jabotabek dan mendapat fungsi untuk pengembangan industri
dan permukiman dengan tetap mempertahankan fungsi pertanian. Dengan
dilaksanakanya kebijakan tersebut, investasi disektor industri dan pemukiman,
baik PMA, PMDA, maupun swasta nasional menjadi luas, sehingga membuka lapangan
kerja dan kesempatan berusaha yang besar bagi masyarakat. Kedua momentum
pembangunan tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Pimpinan Daerah H. Abdul
Fatah, sehingga pendapatan daerah melonjak tajam dan seiring dengan itu
kesejahteraan masyarakat meningkat. Pada masa itu dibangun Kantor Pemerintah
Daerah yang baru di Jalan A. Yani No. 1 Bekasi, dibangun pula stadion, gedung
olahraga dan monument daerah, serta fasilitas-fasilitas umum lainnya.
Pembangunan infra struktur pun berlangsung amat cepat. Wal hasil berbagai
kondisi tersebut saling bersinergi satu sama lain sehingga kiprah pembangunan
di Kabupaten Bekasi menjadi sangat pesat.
Terkenal pada saat itu Motto
pembangunan yang dicanangkan Bupati H. Abdul Fatah : setitik air dan sejengkal
tanah dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Setelah selesai
pengabdian dipemerintahan, beliau melanjutkan pengabdiannya di masyarakat
dengan memimpin Yayasan Pendidikan Islam Empat Lima dan mendirikan Universitas
Islam 45 (UNISMA). Tahapan Pembangunan Lima Tahun Keempat dan Kelima bertepatan
dengan masa kepemimpinan Bupati H. Suko Martono. Pada masa itu pembangunan
disektor pertanian tetap signifikan. Namun perhatian yang lebih besar diberikan
pula kepada sector industri dan pemukiman. Disamping itu perhatian yang besar
juga dilakukan terhadap sektor perpasaran, yakni dengan melakukan renovasi dan
pembangunan pasar-pasar tradisional, serta memfasilitasi pembangunan disektor
keagamaan ditandai secara monumental dengan pembangunan Islamic Centre dan
pendirian Yayasan Nurul Iman yang sampai saat ini dikelola beliau. Tahap
Pembangunan Lima Tahun Keenam bertepatan dengan kepemimpinan Bupati H.
Mochammad Djamhari. Beliau memulai kiprah pembangunannya dengan Motto
"Back to Village" (Kembali kedesa) dengan mengadakan berbagai
proyek-proyek percontohan disektor pertanian. Disamping itu kepada para
investor perumahan dikenakan kewajiban untuk menyediakan fasilitas pendidikan
sekolah dasar dan lahan tempat pemakaman umum.
Pesatnya perkembangan pembangunan
di Kabupaten Bekasi mendorong Kota Administratif Bekasi menjadi Kotamadya
Daerah Tingkat II Bekasi. Dengan diundangkannya Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 1996 tanggal 18 Desember 1996 terbentuklah Kotamadya
Daerah Tingkat II Bekasi dengan Ibukota di Bekasi meliputi luas wilayah 21.000
Ha lebih terdiri atas 7 kecamatan, yakni : kecamatan-kecamatan; Bekasi Utara,
Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Jatiasih, Pondokgede dan
Bantargebang. Bupati H. Wikanda Darmawijaya memimpin Kabupaten Bekasi menjelang
dan memasuki masa reformasi. Pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, maka system pemerintahan daerah berubah,
sehingga menempatkan DPRD di luar Pemerintah Daerah, bahkan menjadi mitra yang
sejajar dengan Pemerintah Daerah. Pemerintahan Daerah diselenggarakan secara
lebih otonom. Pada masa transisi seperti ini eforia demokratisasi dan kebebasan
cenderung mengemuka, namun berkat kerjasama yang baik antara DPRD dan Pemerintah
Daerah semua itu dapat dilalui dengan mulus. Bahkan bersama DPRD tekad Bupati
H. Wikanda Darmawijaya untuk membangun Daerah Kabupaten Bekasi yang bernuansa
agamis dapat dirumuskan dengan visi " Manusia Unggul yang Agamis Berbasis
Agri Bisnis dan Industri Berkelanjutan ". Wujud aplikasinya ditandai
dengan, mengembangkan program Posyandu Unggul, penghapusan lahan prostitusi
" Malvinas " yang dialihkan pemanfaatannya untuk bangunan Rumah Sakit
Daerah dan pembangunan Masjid, juga pemberantasan buta huruf AI-Qur’an.
Pada masa kepemimpinan Bupati H.
Wikanda Darmawijaya tersebut Peraturan Daerah Nomor 82 Tahun 1998 tanggal 28
Desember 1998 tentang Pemindahan lbukota Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi
mulai dilaksanakan. Pada saat mengakhiri masa jabatannya beliau telah berhasil
membangun Gedung DPRD dan bangunan induk gedung Kantor Pemerintah Daerah serta
bangunan perlengkapannya berupa Masjid di Desa Sukamahi Kecamatan Cikarang
Pusat. Pembangunan gedung-gedung Pusat Pemerintahan Daerah Kabupaten Bekasi
tersebut dilanjutkan oleh Bupati berikutnya yakni Drs. H.M. Saleh Manaf. Bahkan
pada masa beliau gedung-gedung tersebut mulai difungsikan, sehingga praktis
pemerintahan daerah Kabupaten Bekasi mulai dikendalikan dan pusat pemerintahan
yang baru ini. Bersamaan dengan itu gedung-gedung pusat pemerintahan yang lama
diserahkan kepada Pemerintah Kota Bekasi dengan imbalan sejumlah dana yang
dibayarkan secara angsuran. Pada masa pemerintahan Bupati Drs. H.M. Saleh Manaf
juga terjadi pemekaran wilayah kecamatan dari 15 kecamatan menjadi 23
kecamatan, sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 26 Tahun 2004
, tentang Pemekaran Kecamatan di Daerah Kabupaten Bekasi. Kepemimpinan Bupati
Drs. H.M. Saleh Manaf dan Wakil Bupati Drs. H. Solihin Sari hanya berlangsung
selama 2 (dua) tahun, sejak diberhentikannya kedua pejabat tersebut telah
diangkat Drs. H. Tenny Wishramwan, M.Si sebagai Penjabat Bupati Bekasi untuk
melaksanakan tugas memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten
Bekasi. Saat ini sedang dilaksanakan berbagai persiapan dalam rangka pemilihan
Kepala Desa pada 165 desa. Sementara itu dengan selesainya proses hukum yang
berkaitan dengan pemberhentikan kedua pejabat tersebut telah selesai maka
selanjutnya pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang defenitif
dapat diselenggarakan.